Minggu, 06 November 2011

Ku temukan yang ku cari...:)


Manusia adalah makhluk yang ekploratif dan potensial. Dikatakan makhluk eksploratif, karena manusia memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis. Manusia disebut makhluk potensial karena pada manusia tersimpan sejumlah kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan. Seperti dalam pandangan islam bahwa manusia terlahir dalam keadaan fitrah yaitu memiliki potensi untuk beragama, dimana potensi itu akan terus berkembang dengan baik apabila terus dibimbing dan diarahkan dengan baik oleh lingkungan terutama orang tuanya (sebagai pendidik pertama dalam sebuah keluarga).

Sumber jiwa beragama yang saya alami lebih mengarah pada teori Fakulti (Faculty Theory) yaitu bahwa tingkah laku manusia tidak hanya bersumber pada satu faktor yang tunggal tetapi terdiri atas beberapa unsur. Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Dr. Zakiya Daradjat, bahwa selain dari kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani, manusia juga mempunyai suatu kebutuhan akan adanya kebutuhan akan keseimbangan dalam kehidupan jiwanya agar tidak mengalami tekanan, yaitu kebutuhan akan rasa kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan akan rasa harga diri, kebutuhan akan rasa bebas, kebutuhan akan rasa sukses, dan kebutuhan akan rasa ingin tahu (mengenal). Begitu juga yang saya rasakan dan dengan demikian maka peran agama sangat diperlukan.

Perkembangan agama yang saya alami, tidak terlepas dari tiga tingkatan awal perkembangan agama pada anak-anak, yaitu The Fairy Tale Stage (Tingkat Dongeng), The Realistic Stage (Tingkat Kenyataan), dan The Individual Stage (Tingkat Individu). Pada usia 3-6 tahun konsep tentang ke-Tuhanan yang saya rasakan juga masih banyak dipengaruhi oleh fantasi dan emosi, masih dengan pemikiran bahwa Tuhan adalah sesuatu yang memiliki bentuk badan yang besar seperti raksasa dalam sebuah cerita dongeng. Setelah memasuki masa sekolah (tingkat Sekolah Dasar) saya mulai dikenalkan pada lingkungan pendidikan agama yaitu sebuah TPQ (Tempat Belajar Al-Qur’an / Madrasah) untuk dapat lebih memahami tentang ajaran islam yang sebelumnya sudah diajarkan oleh kedua orang tua saya. Dari pendidikan keagamaan yang saya dapat di luar sekolah itulah mulai tumbuh konsep ke-Tuhanan yang lebih murni bahwa Tuhan bukanlah sesuatu yang saya bayangkan sebelumnya.

Pada usia pra sekolah, orang tua lebih banyak memberikan ajaran agama seperti perilaku beragama (ibadah) dengan mencontohkan atau mengajak saya untuk ikut shalat bersama mereka, dari sanalah saya mulai melakukan imitasi (peniruan) gerakan shalat yang dilakukan oleh kedua orang tua saya, tanpa mengetahui apa maksud dan tujuan dilakukannya shalat. Pada usia tiga tahun, saya juga sudah mulai dilatih untuk berpuasa yang diawali dengan tahapan 2-3 jam berpuasa, lalu puasa setengah hari, dan kemudian sampai pada puasa penuh sehari. setelah memasuki usia sekolah barulah orang tua mulai memberikan penjelasan kepada saya tentang apa sebenarnya yang dilakukan dalam shalat dan manfaat kita berpuasa.

Pemahaman yang terus diberikan oleh kedua orang tua saya dan orang-orang yang berada dalam lingkungan saya tentang agama islam, membuat saya merasa ingin lebih jauh lagi mempelajari islam. Dan saat memasuki masa remaja mulailah muncul dalam diri saya apa yang Allah firmankan dalam QS.Yasin ayat 22 yang berbunyi “Mengapa aku tidak menyembah (Allah) yang telah menciptakanku”, dengan mulai melihat kebesaran-kebesaran-Nya yang begitu indah dan tidak akan ada sesuatupun yang dapat melebihi-Nya. Setelah lulus dari SMP saya melanjutkan ke SMK, dalam lingkungan yang syarat dengan pelajaran agama inilah saya bisa lebih banyak lagi mendapatkan ilmu tentang apa islam itu yang sesungguhnya.

Karena dari usia dini orang tua saya telah banyak mengajarkan saya tentang agama islam, maka pada saat remaja saya tidak begitu banyak mengalami keraguan dalam ajaran islam yang saya anut. Hanya saja yang terkadang membuat saya sedikit berfikir adalah “mengapa masih banyak orang atau golongan yang memperdebatkan perbedaan yang terjadi dalam suatu agama (islam), seperti halnya perdebatan yang terjadi hanya karena perbedaan Mazhab” padahal yang saya ketahui itu merupakan suatu hak masing-masing individu untuk dapat menentukan pilihannya dan bukan juga sesuatu yang harus diperdebatkan selama hal tersebut tidak menyalahi aturan dan ajaran islam. Dari pemahaman yang telah saya dapatkan dari kedua orang tua saya dan lingkungan saya maka saya percaya dengan penuh kesadaran bahwa islam merupakan satu-satunya agama dan ajaran yang paling benar seperti difirmankan dalam Al-Qur’an.

2 komentar:

  1. memang benar sekali memahaman mengenai Islam di ajarkan secara bertahap.. sesuai kemapuan dan kedewasaan yang akan diajar,,,,

    BalasHapus

silahkan tulis saran anda....:)